Translate

Selasa, 19 Februari 2013

Resiko Menikah di usia Dini


Pernikahan dini adalah suatu pernikahan yang dilakukan oleh pasangan muda dan mudi yang berusia di bawah umur 17 tahun yang seharusnya pasangan tersebut belum siap untuk menikah mengingat usianya yang masih muda.

Faktor Penyebab Pernikahan Dini

1. Faktor Pendidikan
Jika seorang anak sudah memilih pekerjaan daripada sekolah maka biasanya anak menganggap dirinya sudah bisa untuk menghidupi dirinya sehingga memilih untuk menikah.

2. Faktor Ekonomi
Kondisi ekonomi pada keluarga yang menyebabkan anak menikah di usia muda.

3. Faktor Sosial dan Budaya
Adanya kebiasaan masyarakat setempat yang menyebabkan pernikahan di usia muda.

Dampak Pernikahan Dini

1. Kesehatan
Perempuan yang menikah di bawah usia 16 tahun beresiko untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papilo virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.

2. Psikologis dan Sosial
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda, seperti si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam dan tidak mau bergaul. Sedang depresi berat pada pribadi terbuka sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya. Serta biasanya sang anak malu terhadap teman-temannya.

3. Konflik yang berujung perceraian
Kestabilan emosi akan menjadi tidak labil jika anak yang menikah di usia tidak dapat mengontrol rumah tangganya sehingga dapat terjadi pertengkaran yang berujung perceraian. Misalnya, Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian dan pisah rumah.

4. Ekonomi
Biasanya remaja yang menikah di usia muda tersebut perekonomian yang mereka punyai sangat minim sehingga cenderung tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Bagaimana nasib anak ke depan??

1. Anak kehilangan masa mudanya untuk bermain.
2. Anak tidak bisa merasakan bangku pendidikan.
3. Anak tidak bisa mencapai cita-citanya.

Solusi yang harus dilakukan

Terdapat pada :
1. Anak itu sendiri yang seharusnya mempunyai kesadaran.
2. Dari pihak orang tua yang harusnya membiarkan sang anak untuk sekolah dan menggapai
 cita-citanya.
3. Lingkungan yang ada seharusnya tidak membudayakan menikah di usia muda.
Sumber : http://kec-sbrjambe.blogspot.com/2012/09/bahaya-pernikahan-dini.html

Selasa, 15 Januari 2013

Menikah Bukan Hal yang Mudah !



Menikah Memerlukan Kesiapan Sosial dan Psikologis

Perkawinan pada masyarakat Indonesia tidak hanya berhubungan atau melibatkan pasangan yang akan melakukan perkawinan, akan tetapi sekaligus juga merupakan perkawinan “dua keluarga”. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malhotra (1997) yang menunjukkan bahwa keterlibatan orangtua dalam keputusan penetapan waktu perkawinan anak-anaknya tetap berlangsung, meskipun mereka bebas memilih pasangannya sendiri seperti yang terjadi di Indonesia, Srilangka, China ,Taiwan dan Jepang. Dukungan significant others yang tinggi pada penundaan usia perkawinan disebabkan karena mereka menyadari bahwa persiapan yang lebih matang terutama dari segi kesiapan psikologis, sosial dan ekonomi diperlukan untuk menjamin kelangsungan masa depan sebuah perkawinan. Sarwono (1997) mengatakan bahwa penundaan usia perkawinan dapat disebabkan karena norma sosial semakin lama menuntut persyaratan yang semakin tinggi untuk dilangsungkannya sebuah perkawinan, yakni pendidikan, pekerjaan, kesiapan mental dan lain-lain (Sarwono, 1997).

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) memang sangat penting karena akan memberikan waktu lebih banyak bagi generasi muda untuk membentuk identitas pribadi sebagai individu yang matang secara biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pendapat Landis (1963) yang mengatakan bahwa penundaan atau pendewasaan usia perkawinan akan mempengaruhi kesiapan individu terutama kesiapan psikologis, sosial dan ekonomi, dalam memasuki kehidupan perkawinan yang berarti juga akan meningkatkan stabilitas perkawinan sehingga kegagalan perkawinan dapat dihindari (Landis, 1963). Semua bentuk kesiapan ini mendukung individu untuk dapat menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya agar perkawinan yang dijalani selaras, stabil dan individu dapat merasakan kepuasan dalam perkawinannya kelak.

Menikah Muda Rentan terhadap Perceraiaan
Kesiapan biologis menjadi salah satu pertimbangan penting subyek penelitian dalam menunda perkawinan. Kesiapan biologis mengacu kepada kematangan seksual yang dimilki individu sehingga mampu mendapatkan keturunan dan siap menerima konsekuensi sebagai orang tua (hamil, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak).

Kesiapan psikologis menjadi alasan kedua subyek penelitian untuk menunda perkawinan. Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri, meliputi pengetahuan akan tugasnya masing-masing dalam rumah tangga, dan tidak memilki kecemasan yang berlebihan terhadap perkawinan, akan tetapi menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang wajar untuk dijalani. Hal ini sesuai dengan pendapat Landis bahwa individu yang siap secara psikologis untuk menikah akan bersikap flexibel dan adaptif dalam menjalin hubungan dengan orang lain, memandang pernikahan sebagai sebuah fase dalam kehidupan yang akan dapat mendatangkan berbagai persoalan baru yang tentunya memerlukan tanggung jawab lebih besar (Landis, 1963).

Perkawinan bukan hanya hubungan antara dua pribadi, akan tetapi juga merupakan suatu lembaga sosial yang diatur oleh masyarakat yang beradab untuk menjaga dan memberi perlindungan bagi anak-anak yang akan dilahirkan dalam masyarakat tersebut, serta untuk menjamin stabilitas dan kelangsungan kelompok masyarakat itu sendiri. Banyaknya peraturan-peraturan dan larangan-larangan sosial bagi sebuah perkawinan membuktikan adanya perhatian yang besar dari masyarakat untuk sebuah perkawinan yang akan terjadi. Keuntungan dari perkawinan yang dilakukan oleh individu yang siap secara psikologis adalah mereka akan menyadari implikasi dari sebuah perkawinan dan menyadari arti dari perkawinan bagi kehidupannya. Oleh karena itu kesiapan psikologis sangat diperlukan dalam memasuki kehidupan perkawinan agar individu siap dan mampu menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah bimbang dan putus asa.

Kesiapan secara sosial juga merupakan pertimbangan penting bagi penetapan waktu perkawinan. Subyek penelitian berkeyakinan bahwa menunda perkawinan akan memberi manfaat dalam meningkatkan kesiapan individu dalam menjalankan status baru dalam masyarakat sebagai suami atau istri dengan segala konsekuensinya, serta bersedia untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan budaya yang berlainan.

Kartono (1987) mengatakan kesiapan secara sosial diperlukan karena akan membawa seseorang dari masa yang kekanak-kanakan penuh egosentrisme kepada akseptuasi sepenuhnya dari pertanggungjawaban sebagai manusia dewasa ditengah masyarakat, sehingga mampu melakukan adaptasi sosial, dan mampu mengintegrasikan diri di tengah masyarakat. Lebih lanjut dikatakan bahwa integrasi sosial perlu dipelajari oleh setiap individu, karena sangat esensial bagi setiap bentuk hubungan dan interrelasi diri di tengah masyarakat, khususnya untuk interrelasi yang sangat intim dalam bentuk perkawinan.

Selain kesiapan secara sosial, kesiapan ekonomi juga dianggap merupakan manfaat yang akan diperoleh subyek penelitian dari menunda perkawinan. Kesiapan ekonomi berarti individu mampu untuk mandiri, memiliki mata pencaharian yang mantap sehingga mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, dan tidak lagi bergantung pada orang tua. Kesiapan ekonomi juga berarti adanya kemampuan merencanakan dan mengelola keuangan dengan baik.

Individu yang menikah pada usia muda akan cenderung bergantung pada orangtua secara finansial maupun emosional. Perkawinan yang dilaksanakan pada usia dewasa akan membuat orangtua yakin bahwa anak-anak mereka cukup mampu bertanggung jawab pada perkawinannnya dan tidak akan terlalu ikut campur pada permasalahan yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan perkawinan mereka. Hal ini juga dapat mengurangi friksi yang mungkin terjadi dengan keluarga pasangan (Laswell, 1987).

Sumber : http://www.averroes.or.id/research/hubungan-sikap-terhadap-penundaan-usia- perkawinan-dengan-intensi-penundaan-usia-perkawinan.html

Resiko Hamil di Usia Muda



Kasus hamil di luar nikah pada remaja putri terus bertambah. Hamil saat masih sangat muda tidak hanya merusak indahnya masa-masa muda si remaja tapi juga berisiko besar buat kesehatannya. Karena perempuan yang belum cukup umur memiliki organ-organ reproduksi yang belum kuat untuk berhubungan intim atau melahirkan. Akibatnya remaja putri yang hamil di usia ABG berisiko 4 kali lipat mengalami luka serius dan meninggal saat melahirkan.
Berikut beberapa bahaya yang akan mengancam remaja putri jika hamil di usia muda :
  1. Secara organ reproduksi ia belum siap untuk berhubungan atau mengandung, sehingga jika hamil berisiko mengalami tekanan darah tinggi (karena tubuhnya tidak kuat). Kondisi ini biasanya tidak terdeteksi pada tahap-tahap awal, tapi nantinya menyebabkan kejang-kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu atau bayinya.
  2. Sel telur yang dimiliki oleh perempuan tersebut belum siap
  3. Berisiko mengalami kanker serviks (kanker leher rahim), karena semakin muda usia pertama kali seseorang berhubungan seks, maka semakin besar risiko daerah reproduksi terkontaminasi virus.
Beberapa risiko medis lain yang dapat terjadi pada remaja putri yang hamil di usia muda  antara lain :
  1. Kurangnya perawatan kehamilan. Remaja perempuan yang sedang hamil, terutama jika tidak memiliki dukungan dari orang tua, dapat berada pada risiko tidak mendapatkan perawatan kehamilan yang memadai. Kehamilannya menjadi genting, terutama pada bulan-bulan pertama kehamilan.
  2. Tekanan darah tinggi. Remaja perempuan yang hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia 20-30 tahun. Kondisi tersebut disebut dengan pregnancy-induced hypertension. Remaja perempuan yang hamil juga memiliki risiko lebih tinggi dari preeklamsia. Preeklamsia merupakan kondisi medis berbahaya yang merupakan komninasi dari tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urin, pembengkakan tangan dan wajah, serta kerusakan organ. 
  3. Kelahiran premature. Sebuah usia kehamilan penuh berlangsung selama 40 minggu. Bayi yang lahir sebelum 37 minggu dapat dikategorikan sebagai bayi prematur. Bayi yang lahir lebih awal, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah pernapasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya. 
  4. Berat lahir bayi rendah. Remaja perempuan yang hamil berisiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah. Hal tersebut karena bayi memiliki waktu yang kurang dalam rahim untuk tumbuh. Bayi lahir dengan berat badan rendah biasanya memiliki berat badan sekitar 1.500-2.500 gram 
  5. Penyakit menular seksual (PMS). Untuk remaja yang berhubungan seks selama kehamilan, penyakit menular seksual seperti klamidia dan HIV adalah perhatian utama. PMS ini dapat naik melalui serviks dan menginfeksi rahim dan pertumbuhan bayi. 
  6. Depresi postpartum. Remaja perempuan yang hamil mungkin lebih berisiko mengalami depresi postpartum, yaitu depresi yang dimulai setelah melahirkan bayi. Remaja perempuan yang merasa down dan sedih, baik saat hamil atau setelah melahirkan, harus berbicara secara terbuka dengan dokter atau orang lain yang mereka percaya. Depresi dapat mengganggu merawat bayi yang baru lahir 
  7. Merasa sendirian dan terkucilkan. Khusus untuk remaja yang berpikir tidak dapat memberitahu orang tuanya bahwa sedang hamil, merasa takut, terisolasi, dan merasa sendiri dapat menjadi masalah nyata.Tanpa dukungan keluarga atau orang dewasa lainnya, remaja perempuan yang hamil cenderung tidak akan makan dengan baik, olahraga, atau mendapatkan banyak istirahat.
Sumber : http://www.kesehatanreproduksi.com/forum/index.php/topic,6080.0.html

Pendewasaan Usia Perkawinan Sangat Penting !

    Masa dewasa awal adalah salah satu tahapan perkembangan manusia yang memiliki masa terpanjang sepanjang rentang kehidupan seseorang. Pada masa dewasa awal individu dianggap telah siap menghadapi suatu perkawinan, seperti yang dikemukakan oleh Havigurst bahwa lima dari tugas perkembangan dewasa awal merupakan kegiatan-kegiatan pokok yang bersangkutan dengan kehidupan berkeluarga (Papalia and Olds, 1986).

    Perkawinan bukanlah hal yang mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian status dari lajang menjadi seorang istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus-menerus sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993). Individu yang memiliki kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih mudah menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yang timbul dalam perkawinan (Landis and Landis, 1963). Sebaliknya, individu yang tidak memiliki kesiapan menuju kehidupan perkawinan belum dapat disebut layak untuk melakukan perkawinan, sehingga mereka dianjurkan untuk melakukan penundaan atau pendewasaan usia perkawinan.

    Di Indonesia penundaan usia perkawinan banyak dijumpai di kota-kota besar terutama mereka yang berkonsentrasi pada kemajuan prestasi dalam karir dan pendidikan. Dalam laporan penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (BPS, 1986) dikemukakan bahwa partisipasi dalam karir pekerjaan sebelum perkawinan dapat menunda usia perkawinan. Pendidikan dikatakan sebagai alternatif lain (terutama bagi gadis) dari melangsungkan perkawinan, sehingga sering digunakan alasan seseorang belum menikah karena “masih sekolah”, walaupun usianya sudah mencapai bahkan melampaui rata-rata usia perkawinan yang berlaku di masyarakat.

     Penundaan usia perkawinan sampai pada usia dewasa dianggap banyak memberikan keuntungan bagi seorang individu. Perkawinan di usia dewasa akan menjamin kesehatan reproduksi ideal bagi wanita sehingga kematian ibu melahirkan dapat dihindari. Perkawinan di usia dewasa juga akan memberikan keuntungan dalam hal kesiapan psikologis dan sosial ekonomi. Hampir semua studi yang dilakukan berkaitan dengan hubungan antara usia perkawinan dengan kebahagiaan perkawinan menunjukkan bahwa peluang kebahagiaan dalam perkawinan lebih rendah tercapai jika pria menikah sebelum usia 20 tahun dan wanitanya menikah sebelum usia 18 tahun (Landis, 1963). Dikatakan pula bahwa meskipun usia tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya faktor yang bertanggung jawab dalam proporsi kegagalan perkawinan, akan tetapi terdapat indikasi bahwa perkawinan belia cacat sejak permulaan karena biasanya pasangan memasukinya dengan terburu-buru, setelah perkenalan yang singkat, dan seringkali tanpa pertimbangan matang mengenai realitas yang akan mereka hadapi setelah menikah. Oleh karena itu penundaan usia perkawinan banyak dianjurkan pada mereka yang belum memiliki kesiapan menuju kehidupan perkawinan.

    Terlebih lagi laporan dari Badan Survei Kesuburan Dunia dan Survei Demografi Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa rata-rata usia perkawinan pertama wanita Indonesia masih termasuk dalam kategori usia kawin yang rendah yang sangat berpengaruh pada tingkat fertilitas (Malhotra, 1997). Wanita yang menikah pada usia yang relatif muda (kurang dari 15 tahun) akan memiliki anak yang lebih banyak dari mereka yang menikah pada usia yang lebih dewasa (Adiotomo, 1983). Bagi Negara Indonesia yang menempati urutan ke 5 penduduk terpadat di dunia, tentu saja penundaan usia perkawinan menjadi masalah mendesak yang perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah untuk menghindari angka kelahiran yang tidak terkendali.
 
Sumber : http://www.averroes.or.id/research/hubungan-sikap-terhadap-penundaan-usia-perkawinan-dengan-intensi-penundaan-usia-perkawinan.html

Selasa, 11 Desember 2012

Kunjungan Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur

Jumat, 6 Desember 2012 Drs. H. A. Idrus Sebbu selaku Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan menerima langsung rombongan kunjungan kerja dari Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur di ruang belajat balai diklat.

Kunjungan tersebut dalam rangka meninjau pelaksanaan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) Kencana Mappadeceng di Provinsi Sulawesi Selatan. dimana rombongan tersebut berjumlah 60 orang yang terdiri dari 38 kepala SKPD_KB Kabupaten/Kota se-Jawa Timur serta pejabat lingkup Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur.
  
Kepala BKKBN Sulsel Menerima Cendera Mata dari Djuwartini. SKM. MM Kepala BKKBN Jatim

Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan sendiri telah memiliki Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera yang di resmikan oleh Dr. Sudibyo Alimoeso, M.A Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Oktober lalu dan rencananya akan dibentuk hingga ke tingkat kabupaten/kota seperti yang diungkapkan Drs. H. A. Idrus Sebbu "Kami telah membentuk Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera di provinsi Oktober lalu dan telah diresmikan oleh Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Dr. Sudibyo Alimoeso, M.A dan akan dibentuk juga hingga ke tingkat kabupaten kota nantinya". Dalam pertemuan tersebut juga hadir sejumlah kepala SKPD-KB dari Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan.

Pembentukan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera bertujuan untuk memberikan layanan konseling dan informasi seputar permasalahan keluarga kepada masyarakat guna mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera seperti yang di ungkapkan oleh Drs. H. A. Idrus Sebbu di sela pertemuaan tersebut "Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini bertujuan untuk memberikan layanan konseling dan informasi kepada masyarakat seputar permasalahan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil bahagia  sejahtera mengingat keberhasilan pembangunan suatu bangsa berawal dari keluarga yang sehat dan sejahtera" ungkapnya
Rombongan BKKBN Provinsi Jatim beserta Sejumlah SKPD-KB Provinsi Sulsel

Selain itu pembentukan pusat pelayanan keluarga sejahtera ini juga sebagai pencitraan bahwa BKKBN tidak hanya terkesan mengurusi masalah pelayanan Alat Kontrasepsi saja namun tugas BKKBN itu lebih luas yakni membangun keluarga yang sejahtera dimulai dari usia dini/balita, remaja, serta lansia dan konseling. Selain itu, PPKS juga memberikan pelayanan konsultasi mengenai Pemberdayaan Ekonomi Keluarga.

Gerai Produk UPPKS Provinsi Sulawesi Selatan

Seusai pertemuan dibalai diklat Tim dari BKKBN Provinsi Jawa Timur yang dipimpin langsung oleh Kepala BKKBN Provinsi Jawa Timur, Djuwartini. SKM. MM melakukan pemantauan langsung ke Pusat Pelayanan Keluarga di Jalan Toddopuli. (Humas)
PIK Mahasiswa Universitas Indonesia Timur


Djuwartini. SKM. MM beserta rombongan Tim Kunjungan Kerja Provinsi Jawa Timur







Mari Bicara Menyenangkan bersama Buah Hati


Kenyataan yang ada saat ini adalah ternyata masih saja seorang anak mendapatkan 460 komentar positif dan 75 komentar negatif setiap harinya. Predikat atau label buruk pun masih melekat pada anak. Seringkali orang tua menyerang pelaku, bukan perilaku sehingga dalam benak anak pun sangat terekam dengan baik bahwa dia adalah anak yang tidak sesuai dengan harapan orang tua. Misalnya saja label anak bodoh. Anak ini memiliki perilaku belajar yang kurang fokus pada pelajaran dan tidak mendapat nilai yang baik di sekolah, akibatnya orang tua sering memberi predikat pada mereka sebagai anak bodoh, bukan anak dengan perilaku bodoh yang harus diberi bimbingan yang baik.

Balita yang tumbuh dengan komunikasi yang tidak tercipta dengan baik antara orang tua dan dirinya, akhirnya menjadi anak dengan label negatif. Seringkali akhirnya anak menjadi seorang anak dengan predikat yang melekat sehingga anak kemudian berpikir bahwa mereka adalah benar-benar anak dengan predikat seperti yang diberikan oleh orang tuanya.

Apakah Komunikasi Efektif itu ?

Komunikasi menjadi sangat penting untuk manusia saat ini. Sebagai kebutuhan utama manusia untuk tetap berinteraksi dengan sesama, komunikasi berperan penting dalam proses penyampaian informasi. Teori komunikasi Matematis dari Shannon dan Weaver (1949;Weaver, 1949b) sangat diterima luas sebagai salah satu dasar berkembangnya ilmu komunikasi. Teori ini  adalah sebagai contoh jelas dari mahzab proses yang memandang komunikasi sebagai transmisi pesan.

Teori komunikasi terkenal lainnya adalah teori yang di kembangkan oleh Albert Mehrabian (1972), bahwa komunikasi itu penyampaian pesan antara komunikator dan komunikan secara efektif melalui 7 persen kata-kata dimana ternyata apabila seseorang hanya berbicara saja, maka pesan hanya akan tersampaikan dengan efektif sebesar 7 persen untuk dapat mengimplementasikan pesan.

Lalu apabila hanya ditambah dengan nada dan suara, atau pemberian intonasi tertentu pada proses komunikasi dengan nada dan suara tersebut akan memberikan keefektifan sebanyak 38 persen dan terbesar yang dapat mempengaruhi keefektifan adalah melalui bahasa tubuh sekitar 55 persen. Ini berarti bahasa tubuh sangat mempengaruhi seseorang untuk dapat menerima pesan dari penyampai pesan.
        
Komunikasi efektif adalah tersampaikannya gagasan, pesan dan perasaan dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. Ada lima prinsip dalam berkomunikasi yang efektif.

Dan lima prinsip ini disingkat dengan REACH. Sesuai dengan singkatannya, komunikasi efektif dimaksudkan agar tersampaikannya atau teraihnya pesan atau isi dari komunikasi itu. Kelima prinsip dari REACH itu adalah: Respect, Empathy, Audible, Care,dan Humble. Reach berarti rasa hormat dan saling menghargai orang lain. Empathy adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Audible bermakna antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Care berarti perhatian akan apa yang disampaikan oleh pembicara sehingga membuat pembicara merasa diperhatikan . 

Humble berarti rendah hati. Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk membangun rasa menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.

Mengenal Anak

Orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang mampu mengenali anaknya dengan baik untuk dapat dibimbing dan diarahkan sesuai dengan yang diinginkan oleh kedua orang tuanya. Dalam melakukan ini semua, maka yang perlu dikenali adalah 5 hal :
  1. Sifat,adalah Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciriciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Misalnya sifat anak hobi berkelahi, maka kita harus mampu mengendalikan sifat yang berdampak negatif itu. Komunikasi yang baik adalah yang tidak mengadili anak melainkan memberi pengertian terus menerus tentang hobi yang kurang baik tersebut
  2. Kemampuan adalah yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental -berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.Misalnya kemampuan itu adalah kecakapan akademik, membaca atau logika. Anak sebaiknya sejak dini diketahui ketertarikan apa yang sangat mendominasi. Setelah itu orang tua mulai mengarahkan secara perlahan kemampuan itu agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan. Komunikasi yang baik dapat mengeksplorasi kemampuan anak untuk dapat menyampaikan komunikasi apa yang sebenarnya diinginkan
  3. Kebutuhan  adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Misalnya saja setiap anak kebutuhan akan makanan  atau kasih sayang antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, maka orang tua tidak perlu membandingkan dengan anak lai
  4. Perasaan adalah pengalaman subjektif sadar mengenai emosi. Ini adalah hal yang paling menyentuh dari semua hal diatas, apabila perasaan anak terganggu karena bentuk komunikasi yang tidak tepat, maka anak akan cenderung menjai trauma untuk dapat mengalami perasaan yang tepat
  5. Kesukaan adalah kata yang menggambarkan sesuatu hal tertentu yang kita senangi. Seorang anak akan memberikan respon positif dalam komunikasi efektif apabila orang tua mampu menyelami hal yang disukai, misalnya berkomunikasi dengan lagu atau gerakan sederhana tarian.
Setelah kedua orang tua mengenali dan memahami 5 hal yang harus diketahui dari seorang anak, orang tua akan dapat memilih pola komunikasi seperti apa yang dapat dilakukan untuk eksplorasi ide-ide anak. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat berkomunikasi efektif dengan anak.

Bagaimana berbicara dengan Anak ?

Salah satu cara berkomunikasi efektif dengan anak adalah dengan beberapa model dialog. Model dialog pertama ada adalah dialog pengenalan, kedua dialog pengertian, lalu dialog penghargaan, diteruskan dengan yang paling akhir adalah dialog persahabatan.

Dialog pengenalan adalah sebuah perkataan dan perbuatan yang diarahkan pada anak dengan mengenalkan perbendaharaan kata, dalam bentuk benda maupun perbuatan. Diusahakan tidak dengan memebri beban kecemasan pada anak untuk kondisinya. Misalnya penggunaan kata “jangan nakal “. Ini dianggap sudah tidak sesuai lagi. Dialog pengertian sendiri artinya adalah suatu perkataan atau ucapan orang tua yang membandingkan sesuatu untuk dapat memberikan pengertian tentang baik atau tidak baik. Misalnya mengenalkan baju yang kotor dan yang bersih. Berikutnya adalah dialog penghargaan, dimana dalam dialog ini memberikan penghargaan kepada anak, pada saat anak mengungkapkan dan menyatakan pendapatnya. Caranya bisa berupa dengan pelukan hangat dan menyampaikan apa yang telah dilakukannya sangat hebat apabila memang anak melakukan hal yang berprestasi. Adapun bentuk dialog terakhir adalah dialog persahabatan dimana dalam pembicaraan ini, anak diajak berkomunikasi selayaknya teman mereka sendiri agar tercapai kondisi nyaman anak untuk mengeluarkan apa yang ingin ia sampaikan dengan nyaman.

Sebuah konsep komunikasi 20 menit memukau dapat menjadi cara orang tua dan anak untuk dapat berkomunikasi secara efektif. 20 menit memukau ini adalah konsep yang ditujukan agar antara orang tua dan anak memiliki waktu yang sangat berkualitas antara mereka sendiri. Tapi dalam prakteknya sendiri, penerapan 20 menit memukau ini tidak semudah yang dibayangkan. Adakalanya orang tua memang secara fisik hadir ditengah-tengah anak, tetapi tidak memenuhi unsur yang diharapkan. Konsep ini diklaim sebagai komunikasi yang dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis setara dengan 10 hari belajar di sekolah. Inti dari konsep ini adalah waktu berkualitas. Sebab kebutuhan yang paling anak inginkan saat ini adalah waktu. Ini diakibatkan faktor kedua orang tua yang sama-sama bekerja dan sulit sekali menemukan waktu bersama.

20 menit memukau ini bisa dicapai apabila orang tua mampu fokus untuk secara dekat bersama dengan anak, bahkan tanpa kehadiran instrumen yang sering ada di sekeliling kita, misalnya telepon genggam, tablet, televisi dll. Jadi benar-benar merupakan waktu khusus yang disediakan oleh kedua orang tuanya.

Konsep ini bisa dilakukan dengan cara bermain sederhana yang juga tidak melibatkan alat permainan tapi dengan bagian tubuh orang tuanya sendiri, bermain kuda-kudaan, saling berpegangan erat berputar-putar dengan bernyanyi atau bahkan saling berpelukan dan mengucapkan kata-kata sederhana. Ini sangat baik untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan saling membutuhkan antara orang tua dan anak.

Cara lainnya adalah dengan mendongeng sebelum tidur atau pada saat mereka sedang menemukan pengalaman baru yang menyenangkan. Menurut salah satu pendongeng anak, kegiatan ini efektif membangun hubungan yang sangat dekat sekaligus memberi manfaat tambahan pengetahuan apabila dongeng-dongeng yang dibacakan merupakan dongeng yang bersifat membangun aspek kognitif anak misalnya cerita kepahlawanan atau cerita orang-orang hebat dunia. Mendongeng selama 20 menit dapat meningkatkan fungsi kognitif dan afektif anak.

Komunikasi efektif orang tua dan anak juga akan dapat tercipta dengan memberikan teladan pada anak, yang dapat dilakukan dengan
  1. Memberikan teladan dengan perilaku
  2. Memberikan teladan dengan tutur kata
  3. Memberikan teladan dengan tata cara pergaulan adalah teladan yang paling berarti sebab anak cenderung ingin melihat bukti kenyataan atas apa yang telah disampaikan bukan hanya sekedar nasehat. (us.bkkbn.2012)